DI TENGAH MAKIN PANJANGNYA DAFTAR KORUPTOR KAKAP YANG DI JEBLOSKAN KE PENJARA, TERNYATA MASIH ADA SESOSOK SEPERTI HIDAYAT NUR WAHID YANG PENUH KETELADANAN. BAYANGIN AJA,PAK HIDAYAT INI ENGGAK MAU TERIMA MOBIL DINAS VOLVO MEWAH DARI NEGARA DAN PILIH MENUNGGANG TOYOTA KIJANG KELUARAN 2002. TIAP MENJELANG SIDANG MPR DIGELAR, JEBOLAN PESANTREN GONTOR JUGA SELALU MENAMPIK TIKET TIDUR DI HOTEL BERBINTANG. MANTAN PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) ITU MALAH PILIH TIDUR DI LANTAI KARPET KANTORNYA . HMM, HARI GINI MASIH ADA MAHLUK LANGKA SEPERTI PAK HIDAYAT DI NEGERI INI YA? hehehehe......
Paling Males Tidur Siang
Hidayat Nur Wahid dilahirkan di klaten pada 8 April 1960,adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Nama Hidayat Nur Wahid itu pemberian ayahnya, Hidayat artinya petunjuk, Nur artinya cahaya, dan Wahid artinya satu. Nama tersebut merupakan keinginan dan doa dari kedua orang tuanya agar anak sulung ini menjadi petunjuk dan cahaya nomor satu bagi keluarga dan adik–adiknya.
Ia tumbuh dari keluarga pendidik, kedu orang tuanya, paman , kakek, semuanya berprofesi sebagai guru.”karena lingkungan saya adalah lingkungan belajar “,ujar bapak dari tiga orang anak ini mengungkapkan. Sejak kecil ia tinggal di dusun Kadipaten Lor yang terletak sekitar satu kilometer selatan Candi Prambanan .
Kehidupan keluarganya sangat sederhana. Di rumahnya tidak ada pernik kemewahan. Rruang tamunya hanya di isi satu meja kursi. Di ruang keluarga Cuma ada televise 14 inchi tempat ia dan adik –adiknya biasa belajar. Orang tuanya mengajarkan ia untuk disiplin . Ia dan keenam adiknya harus menjalani jam belajar, jam tidur dan jam sholat secara disiplin. Kalau malam biasanya bermain sambil belajar bersama adik-adiknya,yang paling digemari adalah permainan tebak-tebakan peta bumi.
Ini yang membuat mereka menghafal semua nama nama Negara, sungfai, gunung, kota yang ada di dalam peta. Dari tebak-tebakan itu ia bisa menguasai ilmu bumi dan lebih mengenal wilayah Indonesia meski hanya lewat selembar kertas.
Saat ia masih kecil, ia bandelnya dengan anak-anak sebayanya.Pernah suatu ketika ia diikat di pohon. Itu karena ia terlambat menjalankan sholat atau dihukum dikunci di dalam kamar, karena tidak pergi mengaji. Jika disuruh tidur siang,ia sering kabur agar bisa bermain dengan teman-temannya.
Cita-citanya Jadi Dokter Kandas
Selain itu ia punya kelompok belajar bersama teman-temannya. Cara belajarnya cukup unik, karena mereka biasanya menghafalkan pelajaran dengan membuat kuis atau tebak-tebakan, sehingga memudahkan menghafal pelajaran yang di berikan kepada guru.
Seajak kecil senang ikut pramuka,drama,dan drumban, sering ikut perlombaan baik antar desa maupun kabupaten . Ia juga gemar membaca, bahkan ia sudah bisa membaca sebelum masuk SD.Kegemaranya membaca itu berlanjut sampai sekarang. Selain buku komik silat Ko Pin Hood dan komik-komik jawa, ia juga senang membaca buku-buku sastra dan sejarah milik ayahnya.
Sebagai anak guru, ia mendapatkan pendidikan yang sangat baik. Kecerdasan Nur Wahid sudah terlihat sejak kanak-kanak, ia selalu mendapat predikat juara kelas, ia bahkan bercita-cita jadi dokter. Selain belajar di SD negeri, sore hari ia juga belajar mengaji di masjid dan belajar membaca Al-Qur’an secara prifat kepada seorang kiai di desanya.
Ketika duduk di kelas III SD, orang tuanya meberlikan seekor kambing untuk ia gembalakan setelah pulang sekolah. Orang tuanya berharap ia bisa belajar bertanggung jawab. Mencari rumput, kemana ia harus menggebalakan kambing, hingga bertanggung jawab agar kambing-kambingnya tidak memakan tanaman petani.
Ikutan Saudara Belajar di Pesantren
Tamat SD sang ayah mengirimnya belajar di pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur, gara-gara salah satu sepupunya (anak dari pamannya) juga masuk pesantren yang sama. Meski bukan keinginannya namun ia senang telah belajar di pesantren. Semua aktivitasnya di pramuka tetap ia lanjutkan, bahkan pernah ikut lomba tingkat propinsi. Selain itu di pesantren ia juga banyak belajar ilmu agama, sastra dan belajar ketrampilan seperti menjahit.
Di gontor ia termasuk sntri cerdas. Selalu mendapat rangking satu atau dua, saingannya adalah temannya dari Sumbawa. Karena prestasinya itu ia duduk di kelas B, kelas yang di isi oleh santri-santri berprestasi. Dengan aktivitas pondok yang padat dan disiplin, jiwa kepemimpinannya tertempa. Ia mengikuti banyak aktivitas, mulai dari kursus bahasa inggris dan Arab, juga ikut pengkajian sastra,hingga kursus menjahit.Di samping itu ia juga aktif di pengurus osis dan aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia).
Saking senangnya membaca, ia di juluki kutu buku bahkan banyak yang mengatakan kalau tidak lama lagi ia akan memakai kacamata gara-gara kebanyakan membaca. Namun ramalan itu tidak terbukti karena sampai saat ini ia tidak pernah menggunakan kacamata. Hingga saat ini ada lima lemari besar penuh buku di tuang perpustakaan di rumahnya, baik yang berbahasa arab maupun bahasa Indonesia. Sebagian besar merupakan oleh-oleh dari studinya, di Saudi Arabia.
Gagal jadi Ustadz Karena Badan Kecil
Saat menamatkan pendidikannya di Gontor tahun 1978, ia termasuk siswa yang berprestasi namun karena badannya yang kecil ia tidak bisa mengikuti seleksi untuk menjadi ustadz di pesantrennya tersebut. Dan cita-citanya menjadi dokter juga tidak kesampaian karena pada saat itu ijazah pesantren tidak bisa dipergunakan untuk mendaftar di fakultas kedokteran UGM yang menjadi faforit bagi anak-anak seusianya di SMA.
Meski impiannya tidak bisa diraih,ia tidak berputus asa untuk tetap melanjutkan pendidikannya.Ia lalu mendaftar di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1979). Namun tidak lenbih dari satu tahun, mendapat beasiswa di fakultas dakwah & Ushuluddin Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, dan melanjutkan program pasca sarjana jurusan aqidah Universitas yang sama. Setamat S-2 Dosen pembimbingnya memaksa ia agar mengambil peluang S-3. Padahal waktu itu, ia sudah ingin pulang ke Indonesia untuk berdakwah, namun akhirnya ia menerima tawaran tersebut dan melanjutkan kuliahnya di program Doktor Fakultas Dakwah & Ushuluddin, Jurusan Aqidah pada Universitas Islam Madinah.
Tetap Sederhana Meski Menjadi Pejabat
Setelah menamatkan pendidikannya di Madinah tahun 1993, ia kembali ke tanah air dan menjadi Dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Isalam Negeri Syarif Hidayattullah, Jakarta dan Dosen Pasca Sarjana Universitas Asy-Syafi’iyah jakarta. Selain itu juga aktif dalam kegiata Dakwah. Serta mengelola sejumlah yayasan berbendera islam, antara lain yayasan Al-khoirot dan menjadi pengajar dan pengurus Yayasan Lembaga Pelayanan Pesantren dan Studi Islam Al Haramain.
Saat itu terjadi gerakan reformasi 1998, ia pin terjun ke dunia politik praktis. Ia tercatat sebagai anggota Dewan Pendiri Partai Keadilan (PK), dan terpilih sebagai Presiden PKS. Dan pemilu 2004 ia terpilih sebagai ketua MPR.
Dengan latar belakang kehidupan keluarga yang sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya. Politisi,ustadz dan cendikiawan yang mengedepankan moral dan dakwah ini setelah menjabat sebagai ketua MPR mengulirkan gerakan hidup sederhana di lingkungan kerjanya. Jika berlangsung sidang MPR, ia menolak menginap di hotel berbintang lima. Ia juga menolak menggunakan mobil Volvo sebagai kendaraan dinas dan memilih mengendarai mobil kijang keluaran 2002 mobil pribadinya selama ini. Bahkan ia mau tidur di lantai beralas tikar, setiap kali mengunjungi rumah ibunda di tempat kelahirannya dahulu. Ia tidak mau mengunakan uang publik untuk bermewah-mewah sebab menurutnya ia tidak mau untuk menyakiti rakyat , bermewah-mewah di atas penderitaan rakyat.
Hingga kini,saat usianya mencapai 48 tahun, ia tetap semangat untuk beraktifitas. Selain kesibukannya sebagai ketua MPR , Pak Hidayat juga masih aktif mengajar dan berdakwah, ia juga tetap bersosialisasi dengan lingkungannya. Setiap hari ahad pagi ia masih ikut bermain sepak bola bersama para anak muda di sekitar tempat tinggalnya komplek iqra’,jatimakmur Pondok Gede. Selain itu ia juga rutin bermain bulutangkis setiap hari selasa pagi bersama jama’ah masjid Al qalam Pondok Gede, mereka menyewa gedung serba guna secara patungan untuk di gunakan bermain bulutangkis.
Pesan Kepada Pelajar
Saat ditanya apakah tidak menyesal cita-citanya jadi dokter tidak kesampaian? Ia menjawab bahwa kadang apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan. Cita-cita yang baik kadang tidak sesuai dengan keinginan. Dan kesuksesan belum tentu dari bidang yang kita inginkan. “manusia hanya bisa berencana, Allah yang maha menentukan,”tuturnya.
Dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah ini berpesan kepada pelajar agar jangan putus asa dengan kondisi apapun Karena kesuksesan dapat dicapai , tergantung bagaimana kita mempersiapkan diri untuk sukses.
Diketik ulang oleh admin blog http://beyourselfanas.blogspot.com
Disadur dari Majalah Pelajar edisi khusus Jawa Timur